Kamis, 27 November 2008

JUKNIS PRA



Kata Pengantar

Perkembangan pembangunan nasional dan perubahan lingkungan strategis yang terjadi akhir-akhir ini, mendorong Departemen Pertanian untuk terus meningkatkan peran serta yang lebih proaktif dan sistematis, khususnya dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat tani, dan umumnya dalam memecahkan berbagai kendala pembangunan pertanian. Salah satu aktivitas Departemen Pertanian yang diinisiasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, pertanian berkelanjutan, dan melestarikan lingkungan ini, dimulai pada tahun 2005 di 14 provinsi, dan pada tahun 2006 bertambah menjadi 25 provinsi, yang meliputi 33 desa.
umumnya dalam memecahkan berbagai kendala pembangunan pertanian.

Pendahuluan

Pedoman Umum Prima Tani1) menyajikan acuan utama bagi pelaksana Prima Tani 2007-2009, yang berisi: (1) konsepsi dasar, (2) posisi Prima Tani dalam pembangunan pertanian, (3) tahapan kegiatan, (4) pelaksanaan, (5) indikator keberhasilan, dan (6) organisasi pelaksana. Pedoman ini merupakan modifikasi dari Pedoman Umum Prima Tani yang disusun pada tahun 2004.

Konsep Dasar Prima Tani

Makna dan Strategi
Prima Tani merupakan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian, yang dilaksanakan secara partisipatif oleh semua pemangku kepentingan ( stake holder) pembangunan pertanian, dalam bentuk laboratorium agribisnis.

Posisi Prima Tani

Sebagai Instrumen Program Departemen Pertanian
Secara garis besar, program Departemen Pertanian dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (i) program ketahanan pangan, (ii) program pengembangan agribisnis (peningkatan daya saing), dan (iii) program peningkatan kesejahteraan masyarakat. Prima Tani, sebagai suatu program (dalam konteks program Departemen Pertanian adalah kegiatan khusus) rintisan dan akselerasi diseminasi inovasi teknologi dalam pembangunan pertanian dan pedesaan yang dilaksanakan bersifat integratif secara vertikal dan horizontal, diharapkan dapat menghasilkan keluaran yang bermuara pada ketahanan pangan, daya saing melalui peningkatan nilai tambah, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Prima Tani tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu implementasi atau operasionalisasi dari ketiga program Departemen Pertanian dalam rangka membangun pertanian dan pedesaan yang menyejahterakan masyarakat.

Pelaksanaan Prima Tani

Tahapan Kegiatan
Kegiatan Prima Tani terdiri atas tahapan sebagai berikut:
*
Perencanaan (penganggaran, penentuan lokasi, dan pelatihan bagi pelaksana)
*
Pengorganisasian (diatur dengan Keputusan Menteri Pertanian, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati kepada seluruh pemangku kepentingan)
*
Sosialisasi (dilaksanakan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten)
*
Pelaksanaan:

-
Survei dan pemetaan kesesuaian sumber daya lahan

-
Pelaksanaan PRA

-
Survei pendasaran

-
Penyusunan Rancang Bangun Laboratorium Agribisnis

-
Implementasi inovasi teknologi dan kelembagaan AIP dengan prinsip partisipatif, pemberdayaan, dan sinergi antar pemangku kepentingan.
*
Monitoring dan evaluasi
*
Koordinasi dan pembinaan
Uraian rinci mengenai kegiatan-kegiatan di atas disajikan dalam beberapa petunjuk teknis.

Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan (performance) yang harus dipenuhi oleh suatu masyarakat agribisnis setelah kegiatan Prima Tani adalah :

Organisasi Pelaksana

Prima Tani merupakan kegiatan khusus Departemen Pertanian mulai dari pusat sampai daerah. Oleh karena itu, organisasi pelaksana juga bersifat lintas institusi lingkup Departemen Pertanian, yang bermitra dengan institusi terkait di luar Departemen Pertanian.

Penutup

Pedoman Umum PRIMA TANI Prima Tani merupakan salah satu program khusus Departemen Pertanian untuk menunjang pelaksanaan ketiga program utama Departemen Pertanian, yang dipandang mampu memberikan manfaat kepada pembangunan pertanian secara signifikan, antara lain (i) meningkatnya muatan inovasi baru dalam sistem pertanian, (ii) meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan dan konsumsi komoditas pertanian Indonesia, sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat, (iii) meningkatnya efisiensi dan sinkronisasi sumber daya pertanian dan dana pemerintah, terutama yang diamanahkan kepada Departemen Pertanian. Keberhasilan program ini ditentukan oleh niat baik dan semangat tinggi para pelaksana, serta kemampuan berkoordinasi para pihak yang terkait secara sinergis dalam setiap tahap kegiatan.









Pendahuluan



Pelaksanaan PRA (Participatory Rural Appraisal) merupakan langkah awal yang harus dilakukan di setiap desa lokasi kegiatan PRIMA TANI. Pelaksanaan PRA ditujukan untuk mengumpulkan dan menganalisis berbagai informasi yang dibutuhkan dalam rangka perancangan jenis-jenis inovasi pertanian yang akan dikembangkan. Tiga keluaran yang diharapkan dari hasil pelaksanaan PRA yaitu: (1) pemahaman masalah pengembangan agribisnis di desa lokasi kegiatan PRIMA TANI; (2) rancangan model agribisnis dan jenis-jenis inovasi pertanian yang akan dilakukan; dan (3) pentahapan kegiatan inovasi selama 3 dan 5 tahun ke depan.
Pemahaman pedesaan secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal, PRA) pada intinya merupakan cara untuk memahami secara partisipatif dari seluruh komponen masyarakat desa mengenai masalah pembangunan di pedesaan dan upaya antisipasi yang dibutuhkan, dengan memperhitungkan kendala dan seluruh potensi sumber daya yang tersedia. Melalui pendekatan partisipatif tersebut, dapat dipahami masalah yang sebenarnya dihadapi masyarakat desa menurut versi petani, yang seringkali berbeda dengan versi peneliti. Begitu pula upaya antisipasi atau kegiatan inovasi yang dibutuhkan dapat berbeda antara versi masyarakat desa dan versi peneliti, tergantung kepada stok pengetahuan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Pada umumnya, suatu tim peneliti yang multidisiplin memiliki stok pengetahuan teknologi yang cukup luas tetapi kurang memahami secara mendalam masalah yang dihadapi masyarakat desa, sebaliknya, masyarakat desa sangat memahami masalah yang mereka hadapi tetapi kurang memiliki stok pengetahuan teknologi yang cukup untuk mengatasi masalah tersebut.
Tujuan pelaksanaan PRA dalam kegiatan PRIMA TANI adalah untuk memadukan kedua stok pengetahuan yang dimiliki oleh tim peneliti multidisiplin dan masyarakat desa. Melalui pelaksanaan PRA diharapkan dapat dipahami secara mendalam masalah yang dihadapi masyarakat desa dalam pengembangan agribisnis dan dapat pula diidentifikasi upaya antisipasi yang efektif dan efisien melalui kegiatan inovasi teknologi yang dimiliki Badan Litbang Pertanian.

Posisi Prima Tani



Sebagai Instrumen Program Departemen Pertanian
Secara garis besar, program Departemen Pertanian dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (i) program ketahanan pangan, (ii) program pengembangan agribisnis (peningkatan daya saing), dan (iii) program peningkatan kesejahteraan masyarakat. Prima Tani, sebagai suatu program (dalam konteks program Departemen Pertanian adalah kegiatan khusus) rintisan dan akselerasi diseminasi inovasi teknologi dalam pembangunan pertanian dan pedesaan yang dilaksanakan bersifat integratif secara vertikal dan horizontal, diharapkan dapat menghasilkan keluaran yang bermuara pada ketahanan pangan, daya saing melalui peningkatan nilai tambah, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Prima Tani tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu implementasi atau operasionalisasi dari ketiga program Departemen Pertanian dalam rangka membangun pertanian dan pedesaan yang menyejahterakan masyarakat.
Sebagai Penggerak Pembangunan Agribisnis Pedesaan
Konsepsi dasar Prima Tani disusun oleh Badan Litbang Pertanian, namun implementasinya dilaksanakan terutama oleh masyarakat tani di pedesaan, dengan berpedoman kepada Rancang Bangun Laboratorium Agribisnis, yang didasarkan atas kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat. Rancang bangun tersebut dirumuskan berdasarkan hasil Participatory Rural Appraisal (PRA), yang berarti bahwa Prima Tani direncanakan dari dan oleh masyarakat tani bersama pemangku kepentingan pembangunan pertanian dan pedesaan. Prima Tani memotivasi dan memfasilitasi masyarakat tani untuk secara partisipatif membangun pertanian wilayah melalui percepatan pemasyarakatan inovasi teknologi dan kelembagaan pertanian dengan memberdayakan potensi sumber daya lokal. Pengertian masyarakat tani di suatu wilayah tidak hanya para petani saja, tetapi mencakup pula kelembagaan petani, tokoh tani, pengusaha, sumber pembiayaan, dan lembaga pemerintah daerah setempat.
Prima Tani hadir di suatu wilayah untuk ”menggenapkan” aktivitas pembangunan pertanian dan pedesaan di wilayah itu. Dengan dukungan inovasi teknologi dan kelembagaan yang tepat, sasaran pembangunan dapat dicapai lebih cepat tetapi tetap efisien.
Sebagai Program Nasional
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sektor pertanian telah terbukti mampu menunjukkan peran yang penting dalam menggerakkan perekonomian pedesaan. Saat ini dan di masa depan pun, sektor pertanian tetap memegang peran tersebut, sebab petani merupakan penduduk mayoritas di pedesaan. Seperti telah diuraikan sebelumnya, Prima Tani sangat potensial sebagai daya pengungkit pembangunan perekonomian rakyat. Oleh karena itu, dalam jangka panjang ke depan Prima Tani dapat diandalkan sebagai salah satu program nasional pembangunan pertanian yang berkelanjutan.

Pelaksanaan Prima Tani



Tahapan Kegiatan
Kegiatan Prima Tani terdiri atas tahapan sebagai berikut:
*
Perencanaan (penganggaran, penentuan lokasi, dan pelatihan bagi pelaksana)
*
Pengorganisasian (diatur dengan Keputusan Menteri Pertanian, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati kepada seluruh pemangku kepentingan)
*
Sosialisasi (dilaksanakan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten)
*
Pelaksanaan:

-
Survei dan pemetaan kesesuaian sumber daya lahan

-
Pelaksanaan PRA

-
Survei pendasaran

-
Penyusunan Rancang Bangun Laboratorium Agribisnis

-
Implementasi inovasi teknologi dan kelembagaan AIP dengan prinsip partisipatif, pemberdayaan, dan sinergi antar pemangku kepentingan.
*
Monitoring dan evaluasi
*
Koordinasi dan pembinaan
Uraian rinci mengenai kegiatan-kegiatan di atas disajikan dalam beberapa petunjuk teknis.
Road Map Umum
Satuan Prima Tani terdiri atas satu atau dua desa, yang kemudian disebut Laboratorium Agribisnis. Laboratorium ini dibangun bersama secara partisipatif oleh petani, pemerintah daerah, peneliti, penyuluh, pengusaha swasta, dan pemangku kepentingan lainnya yang relevan.
Pemilihan Lokasi
Mulai tahun 2007, Prima Tani dilaksanakan di 201 desa, termasuk di dalamnya lokasi Prima Tani yang telah dimulai pada tahun 2005 (22 lokasi) dan tahun 2006 (11 lokasi). Program ini akan dilaksanakan selama kurun waktu 5 tahun, namun demikian, diharapkan pada tahun ke-3 embrio SUIDAIP sudah terwujud. Nama provinsi, kabupaten dan agroekosistemnya tercantum dalam Tabel Lampiran 1. Lokasi Prima Tani dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a.
Memiliki peluang keberhasilan, ditinjau dari segi sumber daya alam dan SDM.
b.
Respon positif masyarakat desa/tani.
c.
Respon positif pemerintah Kabupaten dan Provinsi.
d.
Kesesuaian dengan kebijakan dan program pemerintah daerah.
e.
Potensi komoditas unggulan yang akan dikembangkan sesuai dengan unggulan nasional atau daerah
f.
Aksesibilitas memadai.
Agroekosistem
Salah satu pendekatan Prima Tani adalah agroekosistem, yang merupakan dasar untuk penentuan kesesuaian grup komoditas (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan), teknologi pengelolaan lahan dan budi daya, serta dasar bagi replikasi Prima Tani ke lokasi lain apabila Prima Tani yang bersangkutan berhasil dengan baik sebagai suatu model pengembangan pertanian dan pedesaan. Lokasi Prima Tani pada tahun 2007 meliputi tiga agroekosistem yaitu: (i) lahan sawah, (ii) lahan kering, dan (iii) lahan rawa, yang meliputi tujuh sub-agroekosistem sebagai berikut:
Lahan sawah
*
Lahan sawah intensif, yaitu lahan sawah yang sudah mengikuti program intensifikasi, sehingga produktivitasnya > 4,5 ton GKG (gabah kering giling)/ ha, beririgasi teknis dan dapat ditanami lebih dari 1 kali setahun.
*
Lahan sawah semi/non-intensif, yaitu lahan sawah yang belum dikelola secara intensif, dan produktivitasnya < 4,5 ton GKG/ha.
Lahan kering
*
Dataran rendah beriklim kering, dengan elevasi < 700 m dpl, curah hujan < 2.000 mm/tahun.
*
Dataran tinggi beriklim kering, dengan elevasi > 700 m dpl, curah hujan < 2.000 mm/tahun.
*
Dataran rendah beriklim basah, dengan elevasi <> 2.000 mm/tahun.
*
Dataran tinggi beriklim basah, dengan elevasi > 700 m dpl, curah hujan > 2.000 mm/tahun.
Lahan rawa
Lahan ini berupa rawa, pada umumnya terdapat di dataran pantai, yang terdiri atas tanah gambut atau mineral atau campuran keduanya. Sebagian besar lahan rawa dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dan disebut lahan rawa pasang surut. Sebagian lagi tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dan disebut lahan lebak.
Pembiayaan
Prima Tani terutama dibiayai dari dana APBN yang dialokasikan oleh Departemen Pertanian. Sumber dana dapat berasal dari DIPA Badan dan Direktorat Jenderal, dana Dekon dan dana Pembantuan, APBD provinsi dan kabupaten, serta sumber dana lainnya yang tidak mengikat. Dana-dana pemerintah tersebut tetap dikelola oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) masing-masing sesuai dengan DIPA yang bersangkutan, yang penggunaannya diarahkan ke lokasi Prima Tani di 201 lokasi.
Bantuan kepada petani dikemas dalam bentuk insentif untuk penumbuhan atau penguatan kelembagaan agribisnis pedesaan, seperti lembaga input, lembaga keuangan mikro, lembaga alsintan, lembaga pascapanen, dan lembaga pemasaran. Bantuan langsung kepada perseorangan petani tidak dianjurkan, mengingat pengalaman masa lalu yang menunjukkan timbulnya dampak negatif, yaitu: (i) ketergantungan penerima bantuan kepada proyek pemerintah, dan (ii) kecemburuan bagi petani yang tidak mendapat bantuan.



Organisasi Pelaksana



Prima Tani merupakan kegiatan khusus Departemen Pertanian mulai dari pusat sampai daerah. Oleh karena itu, organisasi pelaksana juga bersifat lintas institusi lingkup Departemen Pertanian, yang bermitra dengan institusi terkait di luar Departemen Pertanian.
Organisasi Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
Organisasi di tingkat pusat ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian, organisasi tingkat provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati masing-masing, dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai focal point-nya. Dalam penyusunan organisasi di tingkat provinsi dan kabupaten, BPTP harus proaktif sebagai pengambil inisiatif pertemuan dan mengonsultasikannya kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di wilayah masing-masing. Pada intinya anggota organisasi ini terdiri atas unsur pemda, lembaga-lembaga tani, penyuluh, peneliti/pengkaji, dan pengusaha agribisnis.
Organisasi Laboratorium Agribisnis
Kegiatan utama Prima Tani berjalan sepanjang waktu di Laboratorium Agribisnis. Oleh karena itu diperlukan organisasi yang kuat dan akomodatif, serta personelnya senantiasa berada di lingkungan masyarakat tani. Mereka terdiri atas:
*
Manajer Laboratorium Agribisnis, berasal dari BPTP.
*
Koordinator Tim Teknis, seorang peneliti senior/menengah dari Balai Penelitian atau Balai Besar Penelitian.
*
Koordinator Diseminasi, seorang penyuluh dari BPTP atau Dinas.
*
Ketua Klinik Agribisnis, seorang peneliti/penyuluh/petani maju
Koordinator/ketua dibantu oleh 3-4 staf BPTP atau PPL setempat sebagai anggota tim. Dengan demikian, untuk mengelola 201 lokasi Prima Tani, akan bertugas sekitar 1.100 sarjana pertanian, yang terdiri atas 400 peneliti/ penyuluh (S3/S2) dan 700 sarjana pertanian (S1/D3). Mereka akan bekerja secara aktif dan partisipatif bersama para petani dan pemangku kepentingan lainnya, dalam rangka melaksanakan seleksi dan diseminasi inovasi teknologi, membangun/menguatkan kelembagaan agribisnis pedesaan dan mengelola klinik agribisnis, serta fasilitasi berbagai kepentingan petani.
Di samping itu, peneliti/penyuluh senior (S3 dan S2) tersebut ditugaskan untuk membantu dan memberikan rekomendasi perencanaan pembangunan pertanian wilayah kabupaten. Dalam melaksanakan tugasnya, mereka bekerja sama dengan Tim Prima Tani Provinsi, di bawah koordinasi Kepala BPTP. Di tingkat provinsi, Tim Prima Tani Provinsi membantu perencanaan pembangunan pertanian provinsi.

Indikator Keberhasilan



Indikator keberhasilan (performance) yang harus dipenuhi oleh suatu masyarakat agribisnis setelah kegiatan Prima Tani adalah :
Indikator keberhasilan (kinerja) yang harus dipenuhi oleh suatu masyarakat agribisnis industrial pedesaan (desa agroindustri) adalah:
*
Mampu menyesuaikan dan menjamin kualitas (mutu) produk pertanian yang dipasarkan seperti yang diinginkan oleh konsumen akhir ( quality assurance).
*
Mampu mengadopsi teknologi paling mutakhir pada seluruh fungsi atau proses transformasi produk pada alur vertikal, mulai dari usahatani hingga industri pengolahan (modernisasi).
*
Mampu tumbuh-berkembang secara berkelanjutan atas kemampuan sendiri (kemandirian progresif).
*
Mampu mengantisipasi, mengadopsi, dan menyesuaikan diri terhadap goncangan ekonomi (tangguh).
*
Mampu menghadapi persaingan yang ketat di pasar domestik ataupun internasional (memiliki keunggulan kompetitif).
Pada akhir tahun 2009, indikator tersebut belum tercapai secara keseluruhan, namun desa lokasi Prima Tani (Laboratorium Agribisnis) harus sudah mulai mengadopsi teknologi inovasi, dan berada pada kondisi sosialekonomi yang kondusif untuk berproses aktif menuju masyarakat industrial pedesaan yang diharapkan tersebut. Hal ini dapat terjadi karena pembentukan dan penguatan kelembagaan agribisnis pedesaan membutuhkan waktu yang lama, sekitar 5 tahun atau lebih, bergantung pada kondisi kelembagaan awal dan budaya setempat.


Penutup



Pedoman Umum PRIMA TANI Prima Tani merupakan salah satu program khusus Departemen Pertanian untuk menunjang pelaksanaan ketiga program utama Departemen Pertanian, yang dipandang mampu memberikan manfaat kepada pembangunan pertanian secara signifikan, antara lain (i) meningkatnya muatan inovasi baru dalam sistem pertanian, (ii) meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan dan konsumsi komoditas pertanian Indonesia, sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat, (iii) meningkatnya efisiensi dan sinkronisasi sumber daya pertanian dan dana pemerintah, terutama yang diamanahkan kepada Departemen Pertanian. Keberhasilan program ini ditentukan oleh niat baik dan semangat tinggi para pelaksana, serta kemampuan berkoordinasi para pihak yang terkait secara sinergis dalam setiap tahap kegiatan



Prinsip Dasar Dan Informasi Yang Dikumpulkan Dalam Pelaksanaan PRA



2.1. Prinsip Dasar
PRA merupakan teknik pengumpulan informasi dan pengenalan kebutuhan masyarakat yang melibatkan secara langsung dan secara aktif partisipasi masyarakat. Dalam kaitan tersebut beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan dalam pelaksanaan PRA adalah
1.
Melibatkan seluruh kelompok masyarakat yang merupakan representasi masyarakat desa secara umum dalam pengenalan potensi sumber daya setempat, pemahaman permasalahan yang dihadapi, mengidentifikasi jenis inovasi yang dibutuhkan, dan merumuskan pentahapan kegiatan inovasi selama periode kegiatan Prima Tani. Kelompok masyarakat yang dimaksud meliputi: para petani, pedagang input, pedagang output, pengolah hasil pertanian, aparat desa, tokoh masyarakat, dan perwakilan lembaga pendukung agribisnis.
2.
Masyarakat setempat merupakan pelaku utama dalam pengenalan situasi, memilih jenis inovasi yang dikembangkan, dan merumuskan pentahapan kegiatan inovasi, sedangkan pihak luar (Tim PRA) hanya sebagai fasilitator. Pihak luar bukanlah guru, penyuluh atau instruktur masyarakat, tetapi berperan sebagai pembantu masyarakat dalam memahami situasi setempat, menganalisis situasi, dan mengambil keputusan atau kebijakan yang akan dilaksanakan. Pihak luar harus menempatkan masyarakat setempat sebagai nara sumber utama dalam memahami permasalahan mereka dan mau belajar dari masyarakat setempat.
3.
Menerapkan prinsip triangulasi yang merupakan bentuk cross check dan recheck informasi untuk mendapatkan informasi yang akurat. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang memiliki latar belakang yang beragam, melibatkan tim PRA dengan disiplin ilmu yang beragam, melakukan peninjauan lapangan dan memanfaatkan sumber informasi yang beragam pula (contoh: data sekunder yang diterbitkan lembaga formal, data hasil penelitian di lokasi setempat).
4.
Berorientasi praktis dalam pengertian pelaksanaan PRA tidak diarahkan untuk menggali informasi yang berada di luar jangkauan masyarakat desa meskipun memiliki pengaruh terhadap kehidupan mereka (contoh: kebijakan nasional di bidang perdagangan) tetapi diarahkan untuk (a) menggali potensi yang tersedia dan masalah yang dihadapi masyarakat setempat; (b) mempelajari alternatif pemecahan masalah; (c) merancang model AIP yang akan dikembangkan secara bersama-sama, dengan memperhatikan rambu-rambu pelaksanaan program yang berlaku.
5.
Mengoptimalkan hasil dalam pengertian (a) jenis informasi yang dikumpulkan disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan program; (b) kedalaman informasi yang dibutuhkan dirumuskan secara jelas; dan (c) penggalian informasi dimulai dari yang telah diketahui, misalnya dari data sekunder, hingga informasi yang tidak diketahui, sehingga terjadi penggalian informasi secara luas, mendalam dan akurat.
6.
Santai dan informal dalam pengertian (a) diselenggarakan dalam suasana yang luwes, terbuka dan tidak formal; (b) memperhatikan jadwal kegiatan masyarakat setempat; dan (c) pihak luar atau tim PRA harus mampu berinteraksi secara akrab dan memposisikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat setempat.
7.
Prinsip demokratis dalam pengertian (a) setiap anggota masyarakat mempunyai hak yang sama untuk menyampaikan pendapatnya dan (b) dalam setiap pembahasan, masing-masing anggota masyarakat harus diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya atau menyampaikan ide-idenya.
2.2. Informasi yang Dikumpulkan dan Pemanfaatannya
Pelaksanaan PRA pada dasarnya ditujukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis inovasi teknis dan inovasi kelembagaan agribisnis yang perlu dilaksanakan di lokasi kegiatan Prima Tani, sesuai dengan potensi sumber daya yang tersedia dan permasalahan yang dihadapi praktisi agribisnis terutama petani. Inovasi yang dimaksud dapat meliputi beberapa bidang yaitu: (1) Bidang produksi, pengadaan sarana produksi, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran komoditas terpilih yang akan dikembangkan; (2) Bidang pemanfaatan limbah pertanian untuk pembuatan pupuk organik dan pakan ternak; (3) Bidang pemanfaatan sumber daya lahan air secara optimal; dan (4) Bidang konservasi tanah dan air.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas terdapat beberapa informasi yang harus digali bersama oleh Tim PRA dan praktisi agribisnis. Informasi tersebut dikumpulkan dari data potensi desa tahun 2004 (Lampiran 1) dan diskusi kelompok dengan praktisi agribisnis pedesaan yang dipandu dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner PRA (Lampiran 2). Rincian informasi yang dibutuhkan dan pemanfaatannya diperlihatkan dalam Tabel 1. Secara ringkas informasi yang dibutuhkan dan tujuan pemanfaatannya dapat diuraikan sebagai berikut:
(1)
Jenis tanaman dan ternak yang diusahakan petani beserta peranannya terhadap pendapatan rumah tangga petani, potensi pasar, pemanfaatan limbah yang dihasilkan, dan kesesuaian agroklimat. Informasi dapat dimanfaatkan untuk memilih komoditas pertanian yang menjadi fokus kegiatan Prima Tani.
(2)
Potensi sumber daya lahan, air, manusia, dan infrastruktur menurut blok hamparan lahan. Informasi ini diperlukan untuk memilih lokasi sasaran yang paling potensial untuk kegiatan inovasi yang akan dikembangkan.
(3)
Kinerja teknologi dan kinerja hasil kegiatan agribisinis di bidang usaha tani/produksi, input usaha tani, pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil. Informasi tersebut diperlukan untuk mengkaji peluang inovasi teknis, yang dapat dilakukan dengan membandingkan kinerja teknologi yang dilakukan praktisi agribisnis dengan kinerja teknologi matang yang dimiliki Badan Litbang Pertanian.
(4)
Kinerja kelembagaan agribisnis dalam rangka mengkaji peluang inovasi kelembagaan. Kelembagaan agribisnis yang dimaksud meliputi seluruh elemen lembaga agribisnis mulai dari pengadaan sarana/input usaha tani hingga pemasaran hasil, dan lembaga pendukung agribisnis.
(5)
Masalah teknis dan kelembagaan agribisnis yang dihadapi oleh praktisi agribisnis terutama petani. Berdasarkan informasi tersebut dapat diidentifikasi jenis-jenis inovasi yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan agribisnis di desa lokasi Prima Tani.



Organisasi Pelaksana PRA



3.1. Tim Pelaksana PRA
Masalah pembangunan agribisnis pedesaan meliputi aspek yang sangat luas dan dapat saling terkait satu sama lain. Begitu pula informasi yang dikumpulkan dalam pelaksanaan PRA sangat beragam dan meliputi aspek yang cukup luas. Oleh karena itu untuk mendapatkan informasi yang akurat maka Tim pelaksana PRA harus bersifat multidisiplin dengan latar belakang ilmu dan profesi yang berbeda. Tim pelaksana PRA meliputi: peneliti BPTP, Balit/Puslit/BB/ LRPI, Pemda, dan didampingi oleh Tim Pakar. Komposisi peneliti Balit/Puslit di setiap lokasi disesuaikan dengan tipe agroekosistem di lokasi kegiatan dan jenis komoditas pertanian yang dikembangkan.
3.2. Tahap Pelaksanaan PRA
Sasaran akhir yang ingin dicapai melalui pelaksanaan PRA adalah tersusunnya rencana kegiatan inovasi yang akan dilakukan berserta tahap-tahap kegiatan inovasi tersebut selama lima tahun kedepan. Kegiatan inovasi yang direncanakan harus disesuaikan dengan potensi sumber daya yang tersedia, masalah yang dihadapi, dan kebutuhan praktisi agribisnis di desa lokasi kegiatan Primatani, serta kebijakan Pemerintah Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut terdapat beberapa tahap kegiatan yang harus ditempuh dalam pelaksanaan PRA yaitu:
1. Pemetaan lokasi.
Peta lokasi dibuat untuk memudahkan pemahaman secara visual tata letak berbagai sarana pembangunan (kantor desa, sekolah, sarana ibadah, saluran irigasi, jalan desa, dst) dan delineasi hamparan lahan (daerah pemukiman, hamparan sawah, hamparan kebun, dst). Untuk pembuatan peta desa tersebut, pertama-tama para pemuka masyarakat yang mengenal wilayah desanya diminta menggambarkan sketsa situasi desa yang dimulai dengan delineasi batas desa, lintasan sungai, lintasan jalan, lintasan saluran irigasi, dan prasarana utama lainnya. Kemudian, minta pendapat peserta lainnya untuk memeriksa apakah sketsa tersebut sudah benar. Setelah itu, secara bersama-sama ditentukan dimana lokasi kantor desa, pemukiman penduduk, hamparan sawah, hamparan kebun, sekolah, sarana ibadah, dst.
2. Pembuatan peta transek.
Peta transek merupakan gambaran tentang perbedaan zona geografis pemanfaatan lahan seperti: perumahan penduduk, hamparan sawah, hamparan kebun, hamparan tegalan, hamparan hutan, dst. Pembuatan transek dapat dilakukan dengan membawa beberapa petani yang bersedia mengitari desa mereka, mulai dari utara ke selatan, atau dari barat ke timur, atau dari ujung jalan ke jalan lainnya, atau dari lokasi yang tinggi ke lokasi yang rendah. Beberapa informasi yang perlu dikumpulkan dalam pembuatan transek untuk setiap jenis penggunaan lahan (sawah, kebun, tegalan, hutan) adalah: jenis, tekstur, warna dan kesuburan tanah, topografi lahan, jenis tanaman yang diusahakan petani (tahunan dan musiman), pola usaha tani, teknologi usaha tani yang diterapkan petani, dan jenis ternak. Pada peta transek juga dapat digambarkan sistem irigasi di lahan sawah (irigasi teknis/semiteknis, irigasi sederhana/pedesaan), karakteristik sosial petani penggarap lahan, permasalahan teknis, kelembagaan agribisnis, dan sosial yang dihadapi petani. Contoh peta transek diperlihatkan dalam Gambar 1.
3. Pola curah hujan, kalender musim, pola tanam, dan kalender kegiatan petani.
Keberhasilan suatu inovasi teknologi antara lain dipengaruhi oleh ketersediaan tenaga kerja yang dimiliki petani. Suatu teknologi yang membutuhkan curahan tenaga kerja relatif tinggi kemungkinan sulit diterima petani jika tenaga kerja yang dimiliki petani sangat terbatas. Ketersediaan tenaga kerja petani tersebut umumnya bervariasi menurut bulan dan tergantung pada kalender musim, jenis tanaman dan pola tanam setahun yang dilakukan petani pada lahan garapannya, dan kegiatan lainnya di luar lahan garapan petani. Sedangkan kalender musim dan pola tanam yang dilakukan petani biasanya sangat terkait dengan pola curah hujan dan jenis lahan garapan petani. Berdasarkan hal tersebut maka pemahaman pola curah hujan, kalender musim, pola tanam, dan kalender kegiatan petani merupakan aspek penting dalam pelaksanaan inovasi teknologi.
Data curah hujan bulanan (rata-rata 10 tahun dari stasiun iklim terdekat) dapat digunakan untuk menggambarkan pola curah hujan dan kalender musim. Melalui diskusi kelompok dapat digambarkan pola tanam dominan yang dilakukan petani. Di samping itu dapat pula digambarkan kalender kegiatan petani dan keluarganya (pisahkan antara tenaga kerja pria, wanita, dan anak) pada lahan garapan petani maupun di luar lahan garapan seperti kegiatan berburuh tani, berburuh non pertanian, dan seterusnya. Seluruh informasi tersebut disusun dalam bagan yang sederhana (contoh: Tabel 2). Beberapa pertanyaan yang dapat membantu untuk memahami kalender kegiatan petani adalah pada bulan apa paling banyak dilakukan kegiatan/ pekerjaan pada lahan garapan petani, apa jenis kegiatannya, siapa saja yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut (suami, istri, anak, buruh pria, buruh wanita, tenaga ternak). Pertanyaan tersebut dapat diulang untuk memahami ketersediaan waktu luang yang dimiliki petani dan memahami alokasi waktu untuk kegiatan lain di luar lahan garapan petani.
4. Sejarah dan kecenderungan
Apa yang terjadi pada saat ini tentang suatu obyek pada dasarnya tidak terlepas dari kejadian-kejadian masa lalu yang berkaitan dengan obyek tersebut. Sebagai contoh, penggunaan varietas unggul secara luas oleh petani di suatu desa pada saat ini tidak terlepas atau sangat terkait dengan keberhasilan program-program pertanian yang telah dilakukan pada masa lalu di desa tersebut. Begitu pula persepsi, sikap dan perilaku masyarakat desa tentang suatu obyek pada umumnya sangat terkait dengan kejadian-kejadian masa lalu yang pernah mereka alami berkenaan dengan obyek tersebut. Oleh karena itulah dalam pelaksanaan PRA penelusuran sejarah tentang suatu obyek sering digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk memahami situasi pedesaan termasuk perilaku masyarakat desanya.
Dalam penelusuran sejarah tentang suatu obyek terdapat dua informasi pokok yang perlu digali yaitu: (a) Pertama, kejadian-kejadian penting apa yang pernah terjadi pada masa lalu dan berkaitan secara langsung maupun tak langsung dengan obyek yang dikaji. Penggalian informasi tersebut diperlukan untuk lebih memahami faktor-faktor apa yang mempengaruhi dinamika atau perubahan-perubahan yang terjadi pada obyek yang dikaji berdasarkan pengalaman masa lalu. Dalam konteks pelaksanaan program inovasi yang perlu ditelusuri melalui pemahaman sejarah masa lalu adalah apa kunci keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan program tersebut. Informasi tersebut perlu dipahami untuk menghindari kegagalan pelaksanaan program yang dapat disebabkan oleh kesalahan yang sama. (b) Kedua, bagaimana kecenderungan dan perubahan persepsi, sikap, perilaku dan preferensi petani yang berkaitan dengan suatu obyek tertentu. Hal ini dapat digali dengan menelusuri dinamika obyek yang dimaksud dalam jangka panjang. Sebagai contoh, dengan menelusuri perubahan jenis-jenis varietas padi yang pernah digunakan petani dan memahami karakteristik yang melekat pada setiap jenis varietas tersebut maka dapat dipahami pergeseran preferensi petani dalam memilih varietas padi. Selain itu, dapat ditelusuri pula faktor apa yang mendorong terjadinya pergeseran preferensi tersebut, dan karakteristik apa yang harus dimiliki oleh varietas padi yang akan diintroduksikan kepada petani agar inovasi tersebut diterima dan diterapkan petani.
Dalam pelaksanaan PRA beberapa obyek sejarah yang perlu dikaji yaitu: (a) sejarah program-program pertanian yang pernah dilakukan di desa setempat beserta faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan program tersebut; (b) kecenderungan komoditas pertanian, jenis varietas, dan jenis ternak yang diusahakan petani beserta faktor-faktor yang menyebabkan kecenderungan tersebut; (c) kecenderungan aktivitas kelompok-kelompok tani yang pernah dibentuk; (d) kecenderungan penggunaan input usaha tani beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya; (e) kecenderungan perubahan pola pemanfaatan lahan garapan petani beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya; dan (f) sejarah tumbuhnya lembaga dan kelembagaan agribisnis beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
5. Diagram kelembagaan
Kegiatan agribisnis di daerah pedesaan pada dasarnya merupakan suatu sistem yang dicirikan oleh adanya komponen sistem dan interaksi antara komponen sistem. Di luar sistem agribisnis pedesaan tersebut terdapat sistem agribisnis dengan cakupan yang lebih luas, misalnya sistem agribisnis lingkup kabupaten. Dalam kaitan ini, sistem agribisnis pedesaan merupakan bagian dari sistem agribisnis kabupaten. Dinamika sistem agribisnis di pedesaan tidak terlepas atau akan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada sistem agribisnis kabupaten. Misalnya, dibangunnya industri pengolahan komoditas tertentu yang berskala besar di kota kabupaten atau di luar desa yang dikaji dapat merangsang petani di desa yang dikaji untuk menanam komoditas tersebut akibat adanya ketersediaan pasar yang lebih terjamin, dan menggeser atau menggantikan komoditas yang diusahakan sebelumnya.
Diagram kelembagaan atau diagram Venn dibuat untuk memudahkan pemahaman kelembagaan atau institusi kunci apa yang mempengaruhi kegiatan agribisnis yang dilakukan oleh masyarakat desa yang dikaji, baik secara langsung maupun tak langsung. Institusi yang dimaksud dapat berada di dalam desa, di tingkat kecamatan, dan tingkat kabupaten serta dapat merupakan lembaga pemerintah, swasta dan individu tertentu. Contoh diagram kelembagaan diperlihatkan dalam Gambar 2. Di dalam diagram kelembagaan digambarkan tiga kondisi yaitu: (a) kepentingan relatif setiap institusi yang dicerminkan oleh besarnya ukuran lingkaran; (b) kedekatan hubungan setiap institusi yang dicerminkan oleh jarak antar institusi; dan (c) ruang lingkup pengaruh setiap institusi.
Beberapa tahap kegiatan yang perlu dilakukan dalam pembuatan diagram kelembagaan adalah sebagai berikut: (a) identifikasi institusi/lembaga dan individu kunci di lingkup desa yang dikaji yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan petani; (b) identifikasi ruang lingkup fungsional dan kepentingan relatif dari setiap institusi; (c) identifikasi hubungan sosial, fungsional, institusional antar setiap institusi dengan petani dan antar institusi; (d) identifikasi jarak fisik dan kedekatan hubungan sosial, fungsional antara petani dengan setiap institusi dan antar institusi; dan (e) identifikasi informasi yang sama untuk institusi/lembaga dan individu kunci yang berada di luar lingkup desa yang dikaji atau yang berada di tingkat kecamatan atau kabupaten.
6. Identifikasi masalah dan peluang pengembangan agribisnis.
Identifikasi masalah dan peluang pengembangan agribisnis merupakan bagian penting dalam pelaksanaan kegiatan Prima Tani. Tim PRA bersama-sama dengan masyarakat desa melakukan identifikasi masalah dan peluang tersebut secara partisipatif, meliputi aspek teknis dan aspek kelembagaan komoditas yang diusahakan petani. Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan inovasi dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Inventarisasi masalah.
Tanyakan kepada masyarakat desa peserta diskusi PRA satu per satu masalah apa yang dihadapi petani dalam menjalankan kegiatan usaha taninya. Masalah yang dimaksud dapat meliputi aspek teknis dan aspek kelembagaan serta meliputi bidang sarana produksi (contoh: kelangkaan pupuk), bidang produksi (produktivitas rendah), bidang pasca panen (mutu rendah), dan bidang pemasaran hasil (harga berfluktuasi). Pendapat setiap peserta diskusi PRA mengenai masalah yang mereka hadapi dituliskan pada secarik kertas yang telah dipersiapkan sebelumnya. Gabungan dari seluruh pendapat tersebut akan menghasilkan daftar masalah yang dihadapi oleh seluruh komunitas desa.
b. Prioritas masalah.
Berdasarkan hasil inventarisasi masalah selanjutnya ditentukan skala prioritas masalah yang harus diatasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan kepada setiap peserta PRA, masalah apa yang paling besar pengaruhnya terhadap pendapatan petani dan perekonomian desa dari seluruh masalah yang teridentifikasi pada tahap sebelumnya (daftar masalah), dan menyusunnya secara berurutan. Skala prioritas masalah selanjutnya ditetapkan dengan mengurutkan kembali seluruh masalah yang teridentifikasi, berdasarkan pendapat seluruh peserta PRA. Namun sebelumnya perlu digarisbawahi bahwa masalah yang menempati urutan pertama dan urutan terakhir menurut pendapat setiap peserta PRA dihapus lebih dulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari personal interest yang dimiliki oleh setiap peserta PRA.
c. Analisis sumber masalah.
Analisis sumber masalah (core problems/root problems) dilakukan untuk seluruh masalah yang telah teridentifikasi pada tahap sebelumnya. Analisis ini dilakukan secara berurutan sesuai dengan skala prioritas masalah yang telah ditetapkan. Dalam analisis ini prinsip tringulasi yang dapat ditempuh melalui pemeriksaan silang dan konfirmasi (cross check and recheck) dengan pihak lain yang terkait harus benar-benar diterapkan untuk dapat menggali sumber masalah yang sebenarnya. Melalui pemeriksaan silang dan konfirmasi juga dapat diidentifikasi apakah terdapat keterkaitan antara masalah yang satu dengan masalah yang lain. Begitu pula dapat diidentifikasi apakah beberapa masalah yang dihadapi petani sebenarnya berasal dari sumber masalah yang sama.
d. Pemetaan masalah.
Pemetaan masalah disusun untuk memahami masalah yang dihadapi masyarakat desa secara keseluruhan, dan memahami keterkaitan antara masalah yang satu dengan masalah lainnya. Pemetaan masalah dibuat berdasarkan hasil analisis sumber masalah. Agar dapat dipahami dengan mudah, hasil pemetaan masalah disusun dalam bentuk bagan pohon masalah. Contoh bagan pohon masalah diperlihatkan dalam Gambar 3.
7. Identifikasi kebutuhan inovasi.
Kebutuhan inovasi merupakan langkah antisipasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi petani dan memanfaatkan peluang yang tersedia. Langkah antisipasi yang dimaksud dapat merupakan: (a) upaya menetralisir sumber masalah, (b) upaya menanggulangi konsekuensi yang ditimbulkan oleh masalah yang dihadapi, atau (c) upaya memanfaatkan peluang yang tersedia. Pembuatan embung penampung air merupakan contoh upaya menanggulangi masalah kekurangan air yang disebabkan oleh mengecilnya debit air dari sumber-sumber air akibat semakin gundulnya tanaman tahunan penangkap air disekitar sumber air. Sedangkan penanaman pohon-pohonan di sekitar sumber air merupakan upaya untuk menetralisir sumber masalah yang menyebabkan timbulnya masalah kekurangan air.
Kebutuhan inovasi dapat ditelusuri dengan memanfaatkan bagan pohon masalah yang telah dibuat. Kepada peserta PRA ditanyakan tindakan antisipasi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi setiap masalah yang digambarkan didalam pohon masalah. Tindakan antisipasi tersebut digali dengan cara yang sama seperti halnya dalam penggalian masalah yang mereka hadapi, yaitu dengan menanyakan pendapat setiap peserta PRA. Perlu digarisbawahi bahwa tindakan antisipasi tersebut harus benar-benar merupakan hasil pemikiran masyarakat desa peserta diskusi sedangkan Tim PRA hanya berperan sebagai fasilitator. Berdasarkan hasil penelusuran tersebut selanjutnya dirumuskan alternatif kegiatan inovasi yang dapat dikembangkan dan disarikan dalam bentuk suatu bagan. Contoh bagan penelusuran kebutuhan inovasi diperlihatkan dalam Gambar 4.
8. Analisis peluang inovasi
Peluang inovasi dapat diartikan sebagai kegiatan inovasi yang secara teknis dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani walaupun inovasi tersebut belum merupakan kebutuhan petani akibat keterbatasan pengetahuan mereka. Sebagai contoh, tersedianya peralatan pasca panen yang mampu menekan kehilangan hasil panen dapat dianggap sebagai peluang inovasi, walaupun kehilangan hasil panen belum dianggap sebagai masalah oleh petani karena mereka belum mengetahui besarnya kehilangan hasil panen tersebut. Begitu pula senjang produktivitas (yield gap) yang besar antara produktivitas yang dicapai petani dengan produktivitas yang dicapai dari hasil penelitian lapangan dapat dianggap sebagai peluang inovasi untuk meningkatkan produktivitas usaha tani. Sedangkan inovasi yang dimaksud dapat berupa introduksi varietas unggul atau introduksi teknik pemupukan, teknik pengendalian hama/penyakit, dst.
Identifikasi peluang inovasi dapat dilakukan dengan membandingkan kinerja teknologi dan kinerja hasil yang dicapai petani, dengan teknologi matang yang tersedia di lingkup Badan Litbang Pertanian dan kinerja hasil yang dapat dicapai jika teknologi tersebut diterapkan. Peluang inovasi juga dapat dikaji dengan memahami potensi sumber daya yang tersedia di lokasi kegiatan dan teknologi matang yang tersedia (contoh: di lokasi kegiatan banyak limbah pertanian yang belum dimanfaatkan sementara Balitbangtan memiliki teknologi pengolahan limbah untuk menghasilkan pakan ternak). Peluang inovasi yang dimaksud dapat meliputi: pemanfaatan limbah pertanian, optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan dan air, konservasi tanah dan air, bidang produksi, pasca panen, pengolahan, dan pemasaran komoditas yang dihasilkan petani. Sedangkan peluang inovasi dapat dibedakan atas inovasi teknis dan inovasi kelembagaan.
9. Klarifikasi masalah dan identifikasi ulang kebutuhan inovasi
Hasil analisis masalah, kebutuhan inovasi versi petani, dan peluang inovasi versi Tim PRA didiskusikan kembali dengan masyarakat desa peserta diskusi PRA. Dalam diskusi tersebut dilakukan secara partisipatif antara masyarakat desa peserta diskusi dan Tim PRA mengenai hal-hal sebagai berikut:
a.
Klarifikasi atau pemeriksaan ulang mengenai masalah dan keterkaitan antar masalah seperti yang digambarkan dalam bagan pohon masalah.
b.
Klarifikasi mengenai alternatif kebutuhan inovasi menurut versi masyarakat desa peserta diskusi PRA.
c.
Pemaparan masalah dan peluang inovasi menurut versi Tim PRA yang dirumuskan berdasarkan hasil analisis potensi sumber daya, analisis kinerja teknologi dan kinerja hasil kegiatan petani. Pemaparan ini perlu dilakukan untuk memberikan wacana kepada masyarakat desa tentang masalah dan peluang inovasi yang kemungkinan belum terpikirkan oleh mereka akibat keterbatasan pengetahuan dan wawasan yang dimiliki.
d.
Perumusan kembali alternatif kegiatan inovasi yang akan dilakukan dengan memperhitungkan hasil analisis peluang inovasi yang dilakukan oleh Tim PRA. Hasil rumusan tersebut dapat berbeda atau sama dengan yang telah dirumuskan sebelumnya. Namun alternatif kegiatan inovasi yang akan dilakukan dinyatakan secara lebih tegas dan rinci, misalnya dengan menyebutkan jenis varietas yang akan dikembangkan beserta keunggulan dan kelemahan varietas tersebut. Hasil rumusan alternatif kegiatan inovasi yang akan dikembangkan disusun dalam bentuk bagan seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.
10. Analisis peluang kegagalan/keberhasilan inovasi
Tanyakan kepada setiap peserta diskusi PRA faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan implementasi inovasi yang akan dilakukan, keberlanjutan implementasi inovasi, dan perluasan inovasi. Faktor yang dimaksud dapat terkait dengan masalah teknis, sosial, finansial, kelembagaan, dan potensi sumber daya yang tersedia. Berdasarkan daftar faktor yang telah teridentifikasi selanjutnya disusun urutan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan didiskusikan upaya antisipasi yang diperlukan. Penyusunan urutan faktor-faktor tersebut dilakukan dengan cara merangkum pendapat seluruh peserta diskusi PRA.
11. Analisis finansial
Analisis finansial dilakukan untuk seluruh alternatif kegiatan inovasi dan dilakukan oleh Tim PRA. Analisis finansial tersebut meliputi kebutuhan dana untuk implementasi kegiatan inovasi dan dampak finansial yang ditimbulkan pada tingkat usaha tani dan tingkat rumah tangga petani. Sepanjang informasi yang dibutuhkan tersedia perkiraan dampak ekonomi pada skala kawasan (desa) juga dapat dilakukan.
12. Pemaparan hasil PRA
Rumusan hasil PRA dengan masyarakat desa dipresentasikan dalam forum yang melibatkan dinas kabupaten terkait, perusahaan swasta, pedagang besar/eksportir, lembaga finansial, beberapa perwakilan petani, dan stakeholder lainnya yang terkait dengan kegiatan inovasi yang akan dilakukan. Acara ini diselenggarakan di kantor Pemda/Bappeda dan peserta diundang oleh penanggung jawab/ketua Prima Tani kabupaten. Beberapa materi yang perlu didiskusikan dalam acara tersebut yaitu:
*
Pemaparan rumusan hasil PRA yang meliputi masalah pengembangan agribisnis di desa lokasi kegiatan Prima Tani, alternatif kegiatan inovasi yang akan dikembangkan, perkiraan kebutuhan finansial dan dampak finansial yang ditimbulkan.
*
Kesediaan lembaga pendukung dan praktisi agribisnis terkait untuk memberikan dukungan kepada masyarakat desa melaksanakan inovasi yang akan dilakukan.
*
Sinkronisasi dan sinergisme kegiatan inovasi dengan rencana aksi yang akan dilakukan oleh instansi terkait.
*
Pentahapan kegiatan inovasi dalam lima tahun ke depan.
3.3. Penulisan Laporan PRA
Hasil pelaksanaan PRA ditulis dalam bentuk laporan. Seluruh data sekunder dan data primer yang dikumpulkan melalui diskusi dengan masyarakat desa dilampirkan dalam laporan tersebut. Penulisan laporan PRA dilaksanakan oleh Tim PRA yang diketuai oleh Manager Laboratorium Agribisnis, dan didampingi oleh Tim Pakar.


Tabel, Gambar dan Lampiran




Ditulis oleh Administrator
Friday, 25 August 2006
Tabel 1. Jenis informasi yang dikumpulkan dalam kegiatan PRA dan tujuan pemanfaatannya
Gambar 1. Contoh Peta Transek Desa Lokasi Kegiatan Prima Tani
Gambar 2. Diagram Kelembagaan Desa Sukamaju
Tabel 2. Pola curah hujan, kalender musim, pola tanam, dan kalender kegiatan petani
Gambar 3. Contoh bagan pohon masalah, sumber masalah, dan akar masalah
Gambar 4. Contoh bagan penelusuran kebutuhan inovasi dan alternatif kegiatan inovasi
Gambar 5. Contoh rumusan alternatif kegiatan inovasi yang akan dilakukan
Lampiran 1. Data Potensi Desa Yang Dikumpulkan Dalam Pelaksanaan PRA
Lampiran 3. Daftar tim pakar dari masing-masing Puslitt/BB/LRPI
Daftar Pertanyaan PRA

> Kebijakan Strategis

Program Utama
Program utama Badan Litbang Pertanian 2005-2009, terdiri 5 program utama dan 13 sub program yaitu:
Program Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian:
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Tanah, Air, dan Agroklimat.
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Program Penelitian dan Pengembangan Komoditas:
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Tanaman Hortikultura
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Program Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Nilai Tambah Pertanian:
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian dan Kebijakan Pertanian
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pertanian
Sub Program Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Program Pengkajian dan Percepatan Diseminasi Inovasi Pertanian:
Sub Program Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi.
Sub Program Pengembangan Model Agribisnis Berbasis Inovasi Pertanian
Program Pengembangan Kelembagaan dan Komunikasi Hasil Litbang:
Sub Program Pengembangan Kelembagaan Litbang Pertanian.
Sub Program Pengembangan Sumberdaya Informasi Iptek, Diseminasi dan Penjaringan Umpan Balik.
Tujuan, Sasaran, dan Strategi
Tujuan
Tujuan kegiatan penelitian dan pengembangan di Badan Litbang Pertanian dalam lima tahun ke depan (2005-2009):
Mengeksplorasi, mengidentifikasi, mengkarakterisasi, mengkonservasi, dan meningkatkan manfaat potensi sumberdaya genetik pertanian secara lestari.
Mengidentifikasi, mengkarakterisasi, dan menghasilkan teknologi pemanfaatan secara optimal potensi sumberdaya tanah, air, dan agroklimat.
Menghasilkan dan mendiseminasikan inovasi teknologi pertanian untuk meningkatkan efisiensi usaha dan daya saing produk pertanian.
Menghasilkan rekomendasi kebijakan sosial, ekonomi, dan rekayasa kelembagaan dalam rangka mendukung pengembangan agribisnis dan pembangunan pertanian.
Menghasilkan model pengembangan agribisnis berbasis komoditas, agroekosistem, dan/atau wilayah yang didukung inovasi pertanian.
Meningkatkan kapasitas dan profesionalisme serta integritas moral sumberdaya manusia, kualitas dan ketersediaan sarana/prasarana serta budaya kerja inovatif dan berorientasi bisnis.
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai oleh Badan Litbang Pertanian dalam lima tahun ke depan (2005-2009), sebagai berikut:
Berfungsinya sistem pengelolaan plasma nutfah tanaman, ternak, dan mikroba pertanian untuk melayani kebutuhan penelitian dan kebutuhan komersial.
Tersedianya dan berfungsinya teknologi pengelolaan sumberdaya lahan, air dan agroklimat secara optimal.
Tersedianya dan berfungsinya inovasi teknologi dalam bidang pengelolaan sumberdaya pertanian, sistem dan teknik produksi komoditas, mekanisasi pertanian, pengelolaan pascapanen dan pengolahan hasil pertanian.
Dihasilkannya, tersedianya, dan dimanfaatkannya benih dan bibit penjenis bermutu dari varietas tanaman dan strain ternak, dan produk biologis unggul.
Tersedianya dan berfungsinya inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi.
Tersedianya dan berfungsinya model pengembangan agribisnis berbasis komoditas, agroekosistem atau wilayah yang didukung inovasi teknologi pertanian.
Tersedianya dan berfungsinya rekomendasi kebijakan sosial, ekonomi, dan kelembagaan untuk mendukung pengembangan agribisnis dan pembangunan pertanian wilayah dan nasional.
Meningkatnya intensitas, efektivitas, dan efisiensi diseminasi dan mekanisme penjaringan umpan balik inovasi dari pengguna.
Meningkatnya kapasitas dan profesionalisme sumberdaya manusia, kualitas dan ketersediaan sarana/prasarana serta budaya kerja inovatif dan berorientasi bisnis.
Strategi
Strategi Badan Litbang Pertanian dalam lima tahun ke depan (2005-2009) sebagai berikut:
Meningkatkan pemanfaatan sumber daya, dan memfokuskan pada kegiatan penelitian unggulan litbang secara optimal.
Menajamkan skala prioritas serta memperkuat keterkaitan dan keselarasan program litbang dengan kebutuhan pengguna.
Meningkatkan relevansi, kualitas, nilai tambah ilmiah dan nilai tambah ekonomi.
Meningkatkan kerja sama penelitian dan komersialisasinya dengan lembaga litbang lain, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swasta.
Meningkatkan akselerasi diseminasi serta mekanisme umpan balik inovasi pertanian.

> ANALISIS POTENSI DAERAH UNTUK MENGEMBANGKAN WILAYAH DI Eks - KARESIDENAN SURAKARTA MENGGUNAKAN TEORI PUSAT PERTUMBUHAN

Oleh : Wiyadi dan Rina Trisnawati
Fakultas Ekonomi Univ.Muh. Surakarta
ABSTRACT
The economic development process in Indonesia has caused many distortions between central and region. They are happened because it was too centered-development strategy. The greater autonomy of region is a means for reducing these distortions. The development process one region and the others have not been same because they have endownments differently.
This paper discusses the regional development strategy in Surakarta region using the growth poles theory and location quotient analysis. This paper recommends that Surakarta and Sukoharjo region is a growth central development. It is indicated with gravity index highly. By using LQ analysis showed the several sectors had been economic prospect competitively. They are electric, water and gas sector, finance sector and services sector.
Key word : growth pole theory, location quotient, Surakarta region
I. PENDAHULUAN
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga era reformasi ini masalah pembagian tugas dan pembagian sumber daya ekonomi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia selalu menjadi issue pokok yang belum terselesaikan. Pada umumnya issue-issue yang dipertentangkan sehingga terjadi tarik menarik antara pusat dan daerah ini mencakup tiga hal pokok yaitu (1) wewenang dan tugas daerah. (2) wewenang daerah untuk memungut pajak dan (3) sistem transfer antar pemerintah. Ketiga hal tersebut sebagai masalah-masalah yang krusial dalam sistem pemerintahan bertingkat sebagai hasil interaksi antara pusat dan daerah.
Sehubungan dengan diberlakukannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan 25 tahun 1999, daerah harus mampu memberdayakan potensi yang dimilikinya agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Menurut Sihotang (1991) potensi sumberdaya yang dimiliki antara daerah satu dengan daerah lainnya tidak merata dan tidak seragam, oleh karena itu pertumbuhannyapun berbeda. Untuk dapat tumbuh secara cepat, suatu negara perlu memilih satu atau lebih pusat-pusat pertumbuhan regional yang memiliki potensi paling kuat. Apabila region ini kuat maka akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi region-region lemah. Pertumbuhan ini berdampak positip (trickle down effect) yaitu adanya pertumbuhan di region yang kuat akan menyerap potensi tenaga kerja di region yang lemah atau mungkin region yang lemah menghasilkan produk yang sifatnya komplementer dengan produk region yang kuat.
Dalam rangka pengembangan suatu wilayah, pusat kota dianggap sebagai tempat sentral bagi pertumbuhan ini di daerah dan menentukan tingkat perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Dengan demikian terjadi interdependensi antara pusat-pusat kota dengan daerah-daerah di sekitarnya. Berdasarkan hubungan pusat-daerah ini maka kota Surakarta (sebagai pusat pertumbuhan) dan daerah-daerah sekitarnya yaitu kabupaten Sukoharjo, kabupaten Karanganyar, kabupaten Sragen, kabupaten Wonogiri, kabupaten Boyolali dan kabupaten Klaten dapat melakukan aglomerasi ekonomi baik internal maupun eksternal.
Mengembangkan wilayah di eks-karesidenan Surakarta dengan menekankan pusat pertumbuhan wilayah utama dengan maksud agar pertumbuhan tersebut dapat menimbulkan dampak pertumbuhan bagi daerah-daerah di sekitarnya. Disamping itu dapat pula dikaji hubungan timbal balik antara kota Surakarta dengan daerah-daerah dati II di sekitarnya. Diharapkan pertumbuhan yang pesat di kota Surakarta dapat menetes ke bawah (trickle down effect) dan menyebar ke daerah-daerah sekitarnya.
Pengembangan wilayah di eks-karesidenan Surakarta dengan pendekatan pusat pertumbuhan tepat digunakan untuk mengurangi ketimpangan-ketimpangan pertumbuhan antara wilayah karena sumberdaya yang tidak merata di masing-masing daerah. Untuk dapat tumbuh secara cepat maka wilayah Surakarta perlu menentukan hubungan pusat-daerah yang memiliki potensi yang paling kuat sehingga diharapkan dapat memicu pertumbuhan di daerah-daerah lain yang lemah. Untuk itu perlu dianalisis wilayah mana di eks-karesidenan Surakarta yang berpotensi kuat dalam pengembangannya dan potensi apa yang memungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
Dasar pemikiran pewilayahan sebenarnya merupakan suatu hal yang nyata yaitu pembangunan yang terjadi di suatu daerah akan mempengaruhi daerah lain demikian pula sebaliknya. Dalam perkembangan regional selanjutnya, pendekatan ini digunakan untuk membahas interaksi pertumbuhan daerah perkotaan dengan pedesaan.
Pemerataan pembangunan wilayah perlu memperhatikan masalah potensi yang ada di wilayah tersebut mengingat potensi sumberdaya yang ada di masing-masing daerah tidak sama. Oleh karena itu agar perkembangan wilayah surakarta dapat tumbuh secara cepat maka perlu dikaji daerah/ kabupaten mana yang berpotensi kuat dalam pertumbuhannya di wilayah se eks-karesidenan Surakarta dan potensi apa yang dimiliki oleh masing-masing daerah/kabupaten di wilayah Surakarta ?
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dasar pemikiran teori pengembangan wilayah adalah setiap kegiatan pasti terjadi dan mempunyai efek dalam sebuah ruang dan bukan dalam suatu titik yang statis (Budiono, 1994). Misal sebidang tananh yang diusahakan untuk lahan maka kegiatan produksi padi tidak terbatas pada lahan itus aja tetaapi berdasarkan pemikiran bahwa tata ruang kegiatan produksi padi berkaitand engan jarak tempat tinggal petani dengan lahan, jarak petani mendapatkan bibit dan obat-obatan, jarak petani menjual hasil produknya dan jarak dengan tempat dimanan petanai tersebut membelanjakan pendapatannya. Dengan demikian dalam pendekatan tata ruang pembangunan yang terjadi di suatu daerah akan mempengaruhi daerah lain demikian pula sebaliknya. Dalam pendekatan tata ruang ini digunakan untuk membahas hubungan antara pertumbuhan daerah perkotaan dengan pedesaan. Hubungan atau kontak yang terjadi antara daerah perkotaan dengan pedesaan berserta hasil hubungannya disebut interaksi (Bintarto, 1991).
Interaksi antara desa-kota merupakan suatu proses sosial, proses ekonomi, proses budaya maupun proses politik yang terjadi karena berbagai faktor dan unsur yang ada dalam kota, dalam desa, dan diantara kota dan desa (hubungan timbal balik antara desa dan kota).
Kota tidak dapat tumbuh untuk `dirinya` sendiri tetapi juga tumbuh untuk desa-desa di sekitarnya. Dalam pandangan ekonomi regional, pembangunan perkotaan tanpa mengakaitkannya dengan pembangunan pedesaan adalah tidak mungkin terjadi demikian pula sebaliknya. Pembangunan desa-kota (pembangunan regional) dalam perencanaannya menggunakan konsep region (wilayah). Cara yang paling banyak dikenal dalam mendefinisikan suatu regiaon adalah : (Syafrizal, 1993)
Wilayah yang homogin. Adalah sebuah daerah yang memiliki sifat-sifat yang sama yaitu perbedaan-perbedaan yang terdapat pada sebuah region dipandang tidak penting. Misal : region aliran sungai, region lahan kritis dan sebagainya.
Wilayah yang memusat (polarized region). Adalah sebuah wilayah yang didasari oleh adanya aliran barang secara internal, kontak dan saling tergantungnya daerah-daerah tertentu dengan suatu pusat kegiatan yang dominan (biasanya pusat kota).
Wilayah perencanaan (planning region). Adalah wilayah yang keseragamannya didasari oleh kesamaan daerah administratif atau politis. Karena ketersediaan sarana administratifnya maka wilayah ini digunakan sebagai wilayah perencanaan pembangunan.
Pemikiran konsep region diatas dalam hubungannya dengan ukuran region dan interaksi di dalammnya terakait denganm teori lokasi. Teori lokasi yang pertama dikenal dengan tempat sentral yang mengemukakan bahwa pusat kota ada karena berbagai jasa penting yang disediakan oleh lingkungan sekitarnya. Secara ideal kota merupakan pusat daerah yang produktif dengan demikian disebut tempat sentral (Sukanto dan Karseno, 1997)
Teori lokasi kedua adalah growth poles (teori pertumbuhan). Teori ini menyatakan bahwa kumpulan industri cenderung memilih lokasi yang memusat di kota-kota besar (aglomerasi ekonomi) dan didukung oleh sebuah daerah belakang (hinterland) yang kuat. (Alfonso, 1999). Pendekatan dengan teori pusat pertumbuhan menekankan pentingnya pusat-pusat wilayah utama untuk pertumbuhan dengan maksud agar pertumbuhannya dapat menimbulkan efek pertumbuhan bagi daerah-daerah lainnya. Dalam perkembangan berikutnya pendekatan ini dapat digunakan untuk mengkaji hubunngan timbal balik desa-kota. Dengan mengembangkan kota diharapkan agar perkembangan ini dapat menetes ke desa-desa melalui arus barang, bahan pangan, urbanisasi dan bahkan modal.
Menurut Myrdal (1999) potensi sumber daya yang dimiliki antara daerah satu dengan daerah lainnya tidak merata oleh karena itu pertumbuhannyapun berbeda. Untuk dapat tumbuh secara cepat, suatu negara perlu meilih satu atau lebih pusat-pusat pertumbuhan regional yang emiliki potensi paling kuat. Apabila region ini kuat maka akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi region-region lemah. Pertumbuhan ini berdampak positip (trickle down effect) yaitu adanya pertumbuhan di region yang kuat akan menyerap potensi tenaga kerja di region yang lemah atau mungkin region yang lemah menghasilkan produk yang sifatnya komplementer dengan produk region yang kuat.
Dalam rangka pengembangan suatu wilayah maka pusat kota dianggap sebagai tempat sentral bagi pertumbuhan inti di daerah dan menentukan tingkat perkembangan ekonomi secar keseluruhan . dengan demikian terjadi interdependensi antara pusat-pusat kota dengan daerah-daerah sekitarnya.
III. METODE PENELITIAN.
Penelitian ini mengambil obyek penelitian daerah-daerah tingkat II se eks-karesidenan Surakarta untuk menentukan interaksi yang paling kuat anatar pusat kota (kota Surakarta) dengan daerah-daerah sekitarnya yaitu kabupaten Klaten, kabupaten Boyolali, kabupaten Karanganyar, kabupaten Sragen, kabupaten Wonogiri dan kabupaten Sukoharjo
Data yang digunakan adalah data sekunder dengan periode pengamatan tahun 1997 - 1999. Data yang diperlukan adalah data PDRB (berdasarkan harga konstan), PDRB per kapita, jumlah penduduk, dan jarak antar wilayah. Data ini diperoleh dari kantor Biro Pusat Statistik daerah tingkat I Jawa tengah, Bappeda tingkat II di masing-masing daerah dan instansi-instansi yang terkait dengan penelitian.
Analisis data yang digunakan adalah:
Analisis gravitasi dan model interaksi ruang.
Analisis ini digunakan untuk mencari wilayah mana di eks-karesidenan Surakarta yang berpotensi kuat dalam pertumbuhannya. Adanya interaksi antara desa-kota menunjukkan eratnya hubungan antara wilayah 1 dengan wilayah 2 sebagai konsekwensi interaksi kota-desa dalam teori pusat pertumbuhan.
Adapun rumus untuk menghitung interaksi dalam hubungan desa-kota adalah (Suwarjoko,1994)
I1,2 = a (W1P1) (W2P2) / Jb12
Keterangan :
I1,2 : Interaksi dalam wilayah 1 dan 2
W1 : pendapatan perkapita wilayah 1
W2 : pendapatan perkapita wilayah 2
P1 : Jumlah penduduk wilayah 1
P2 : Jumlah penduduk wilayah 2
J1,2 : jarak antara wilayah 1 dan 2 (dalam meter)
A : konstanta yang nilainya 1
B : konstanta yang nilainya 2.
Analisis Location Quotient (LQ)
Pendekatan LQ merupakan suatu teknik analisis yang dimaksudkan untuk menentukan potensi spesialisasi suatu daerah terhadap aktifitas ekonomi utama atau untuk menentukan sektor unggulan yaitu sektor yang dapat memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan daerah lain. Formulasi dari LQ adalah :
LQ = vi/vt : Vi/Vt
Keterangan :
Vi = pendapatan sector tertentu pada suatud aerah.
Vt = Total pendapatan daerah tersebut.
Vi = pendapatan sector sejenis secara regional atau nasional
Vt = total pendapatan regional atau nasional.
Berdasarkan formulasi di atas maka apabila
LQ >1 berarti daerah mempunyai basis pada sektor tersebut dan ada kelebihan hasil yang dapat dipasarkan ke daerah lain.
LQ = 1 berarti hasil sektor tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan daerah yang bersangkutan.
LQ <1>
IV. HASIL ANALISIS DATA
Hakekat pembangunan regional adalah memandang pusat kota sebagai tempat sentral bagi titik pertumbuhan inti dan menentukan tingkat perkembangan ekonomi keseluruhan daerah. Dengan demikian terjadi interdependensi antara pusat kota dengan daerah-daerah di sekitarnya. Wilayah eks-karesidenan Surakarta dengan 6 kabupaten dan 1 (satu) pusat kota yaitu kota Surakarta akan memandang kota Surakarta sebagai pusat kota – titik pertumbuhan initi dengan kabupaten Klaten, Boyolali, Sukoharjo, karanganyar, Wonogiri dan Sragen sebagai daerah pedesaan.
Untuk mencari wilayah yang berpotensi kuat dalam pengemabngannya digunakan model gravitasi dan interaksi ruang. Diharapkan dengan memilih pusat pertumbuhan yang potensinya paling kuat dapat terjadi perembetan pertumbuhan bagi wilayah-wilayah yang lemah. Hasil analisis gravitasi dan model interaksi ruang dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini .
Tabel 1
Indeks gravitasi dan model interaksi Ruang Wilayah Kodya Surakarta
Tahun 1997-1999
DAERAH
1997
1998
1999
Surakarta-Boyolali
1.898,20
1.478,51
1.517,58
Surakarta-Sukoharjo
14.158,85
10.818,12
11.111,76
Surakarta-Sragen
1.322,15
1.003,25
1.070,13
Surakarta-Karanganyar
10.644,50
8.127,27
8.448,83
Surakarta-Wonogiri
1.611,63
1.364,37
2.426,16
Surakarta-Klaten
1.431,56
1.092,25
1.113,39
Dari hasil perhitungan diatas terlihat interaksi antara kota Surakarta dengan kabupaten Sukoharjo memiliki indeks grafitasi tertinggi. Dengan demikian daerah (desa) yang berpotensi paling kuat untuk dikembangkan adalah kota Surakarta sebagai pusat dengan kabupaten Sukoharjo sebagai desa. Tentu saja interaksi ini tidak boleh mengabaikan potensi-potensi yang ada di daerah-daerah yang lain. Paling tidak dari analisis ini dapat memberikan gambaran bahwa agar pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten-kabupaten di eks-karesidenan Surakarta dapat tumbuh secara cepat maka aglomerasi ekonomi dari kota Surakarta dengan kabupaten Sukoharjo harus dilakukan secara konsekwen. Aglomerasi ini diharapkan nantinya dapat merembet ke daerah-daerah yang lain.
Untuk melihat potensi-potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah-daerah di wilayah eks-karesidenan Surakarta dapat dilakukan denan analisis Location Quotient (LQ). Perhitungan dalam LQ adalah dengan membandingkan produk domestik regional bruto (PDRB) suatu wilayah (daerah tingkat II) dengan sumbangan sektor tersebut secara keseluruhan terhadap pembentukan PDRB dari wilayah yang lebih luas (daerah tingkat I). Apabila nilai LQ lebih besar dari 1 maka sektor di wialayah tersebut berpotensi untuk dikembangkan. Dan bila ada beberapa sektor yang memiliki nilai LQ diatas 1 maka sektor yang paling berpotensi untuk dikembangkan adalah sektor yang memiliki LQ tertinggi. Hasil analisis LQ dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2
Nilai Rata-rata LQ Wilayah Kodya Surakarta
Tahun 1997-1999
LAP.USAHA
BYLL
KLT
SKH
KR.ANY
SRG
WNG
SKA
Pertanian
1.543
1.080
1.171
0.926
1.918
2.418
0.072
Pertambangan
0.466
0.310
1.018
0.834
1.762
0.841
0.043
Industri
0.648
0.703
0.884
1.260
0.576
0.137
0.566
Listrik,gas,air
0.600
0.741
1.008
1.462
0.952
0.660
1.815
Bangunan
0.562
1.879
0.886
0.580
1.308
0.853
3.107
Perdagangan
1.173
1.169
0.964
0.755
0.656
0.546
0.987
Angk./kom.
1.013
0.802
0.752
0.624
0.995
1.961
2.861
Keuangan
1.175
1.211
1.023
0.783
1.046
1.199
1.446
Jasa-jasa
0.845
1.141
1.229
1.311
1.006
1.368
1.303
Berdasarkan hasil analisis LQ diatas maka dapat ditentukan beberapa sektor yang berpotensi untuk dikembangkan di wilayah-wilayah tersebut. Adapun secara rinci sektor-sektor yang merupakan sektor basis (sektor dengan nilai LQ > 1) adalah sebagai berikut :
· Kota Surakarta : sektor listrik , gas, dan air, bangunan dan konstruksi, angkutan dan komunikasi, keuangan dan sektor jasa-jasa.
· Kabupaten Sukoharjo : sektor pertanian, pertambangan, listraik, gas dan air, keuangan dan sektor jasa-jasa.
· Kabupaten Klaten : sektor pertanian, bangunan dan konstruksi, perdagangan, keuangan dan sektor jasa-jasa.
· Kabupaten Boyolali : sektor pertanian, pertambangan, listrik, gas dan air, keuangan dan sektor jasa-jasa.
· Kabupaten Karanganyar : sektor industri, listrik, gas, dan air dan sektor jasa-jasa.
· Kabupaten Sragen.: sektor pertanian, pertambangan, bangunan dan konstruksi, keuangan dan sektor jasa-jasa.
· Kabupaten Wonogiri : sektor listrik, gas dan air, bangunan dan konstruksi, angkutan dan komunikasi, keuangan dan sektor jasa-jasa.
Dari potensi-potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah-daerah tingkat II di wilayah eks-karesidenan Surakarta maka prioritas utama adalah dengan melakukan aglomerasi ekonomi antara pusat kota yaitu kota Surakarta dengan kabupaten Sukoharjo . Aglomerasi ini menitikberatkan pada sektor listrik, air dan gas, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa..
V. SIMPULAN
Pemerataan pembangunan wilayah perlu memperhatikan masalah dan potensi yang ada di masing-masing wilayah sehingga diharapkan terjadi spesialisasi dalam proses pembangunan. Demikian pula dengan mengembangkan wilayah melalui pembangunan daerah antara pusat pemerintahan dan daerah-daerah di sekitarnya perlu memperhatikan daya dukung wilayah dan potensi yang dimiliki daerah-daerah tsebagai hinterland Mengembangkan wilayah eks-karesidenan Surakarta dapat menggunakan model tempat sentral, teori pertumbuhan wilayah dan pengamatan terhadap koefisien lokasi (LQ)
Berdasarkan perhitungan dengan indeks gravitasi dan model interaksi ruang maka interaksi kota-desa yang paling erat adalah kota Surakarta dengan kabupaten Sukoharjo. Dengan demikian aglomerasi ekonomi pusat-desa tersebut diharapkan dapat merembet ke daerah-daerah lain di wilayah kodya Surakarta. Sedangkan sektor-sektor yang perlu dikembangkan di pusat-desa tersebut adalah pada sektor listrik, air dan gas, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa.
KETERBATASAN KAJIAN
Penelitian ini akan memberikan hasil yang lebih akurat bila data yang dianalisis mencakup periode pengamatan yang cukup panjang misal 10 sampai dengan 20 tahun. Analisis LQ yang digunakan untuk mengetahui potensi-potensi ekonomi dari suatu wilayah akan lebih baik bila dilengkapi dengan analisis pendukung misal analisis proportionally shiftshare component dan differential shift component. Selain itu sector yang menjadi sector basis wilayah tersebut perlu dianalisis lebih dalam dengan melakukan penelitian yang bersifat kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Alfonso W. (1999). Ketidakseimbangan Kota dan Daerah, Ekonomi Keuangan Indonesia Vol. XXVII. No.3.Jakarta, September.
Badrudin Rudi (1999). Pengembangan Wilayah Propinsi DIY (Pendekatan teoritis), Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.4.No.2 Yogyakarta.
Bintarto.R. (1996). Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Biro Pusat Statistik (2000), Jawa Tengah Dalam Angka tahun 1999, Semarang, Jawa Tengah.
Handoko, Budiono (1995) Interaksi antara Desa dan Kota , PPE FE UGM dan deptan RI Yogyakarta.
Kadariah (1989) Ekonomi Perencanaan, LP FE UI, Jakarta.
Sihotang, Paul (1991), Dasar-Dasar Ilmu Regional, LPFE-UI, Jakarta.
Sukanto R dan Karseno (1997) Ekonomi Perkotaan. BPFE UGM Yogyakarta.
Syafrizal (1993). Ekonomi Regional : Suatu Perkembangan dalam Ilmu Ekonomi. Ekonomi Keuangan Indonesia. Vol.XXXI.No.2, Jakarta, Juni.

Posted by idtesis at 11:42 AM

Selasa, 18 November 2008

ANAK SOLEH

ANAK SOLEH IDAMAN IBUBAPA
09 Jun 2006 / 12 Jamadilawwal 1427 H


الحَمْدُ للهِ اْلقَآئِلْ :
أَشْهَدُ أَنْ لآ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله، إِتَّقُوا اللهَ وَ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

Sidang jumaat yang dirahmati Allah,

Marilah sama-sama kita bersyukur serta meningkatkan ketakwaan kepada Allah s.w.t. dengan melakukan segala suruhan-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Disamping kita berdoa kepada Allah s.w.t. supaya dianugerahkan zuriat yang terbaik.

Sidang jumaat yang dimuliakan

Sesungguhnya anak-anak merupakan anugerah dari Allah s.w.t. yang cukup berharga kepada Ibubapa. Mereka juga merupakan amanah daripada Allah untuk dijaga dan dipelihara dengan sempurna dan memastikan keselamatan di dunia dan akhirat. Amanah ini akan ditanya oleh Allah diakhirat nanti, apakah kita telah menunaikannya dengan sebaik-baiknya ataupun kita mengkhianatinya.
Justeru itu, Islam tampil sebagai model terbaik memberi bimbingan dan panduan kepada manusia dalam melahirkan sebuah keluarga bahagia dan dirahmati serta diredhai Allah s.w.t. Maka, mimbar Jumaat pada hari ini ingin mengajak para jamaah sekelian untuk menghayati tajuk khutbah Jumaat berjudul "Anak Solah Merupakan Idaman Ibu Bapa ".

Sidang jumaat yang dikasihi Allah,

Kita semua sebagai ibu bapa atau yang bakal menjadi bapa sudah pasti berharap supaya dikurniakan anak-anak yang baik dan soleh yang bakal menjadi penyejuk mata dan penawar hati. Anak-anak bukan sahaja dapat membantu kita sewaktu di dunia bahkan diharap dapat membantu kita sampai ke alam akhirat.

Sabda Rasulullah s.a.w :


" اِذَا مَاتَ ابْنِ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ ".


Maksudnya : “ Apabila telah mati seorang anak Adam, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, iaitu : Sedekah jariah, Ilmu yang bermanfaat dan anak yang soleh yang mendoakan kepadanya”.

Oleh itu, sekiranya kita berhasrat dan mengidamkan untuk mendapat zuriat yang terbaik dan soleh, maka kita mestilah memberikan pendidikan yang sempurna kepada mereka yang berkaitan dengan dengan fardhu ain dan fardhu kifayah.

Justeru itu, proses mendidik anak agar benar-benar menjadi anak yang soleh merupakan suatu tugas dan tanggungjawab yang besar serta mencabar kepada setiap ibu bapa, terutamanya dalam dunia hari ini yang serba canggih sedikit sebanyak telah mempengaruhi corak kehidupan masyarakat terutamanya golongan kanak-kanak. Maka dalam perkara ini, beberapa faktor penting perlu diberi perhatian oleh ibu bapa bagi memastikan anak-anak menjadi insan yang soleh dan terbaik serta mampu memberi manfaat kepada agama, bangsa dan negara.

Diantara perkara-perkara utama yang perlu diberi perhatian oleh ibu bapa dalam proses melahirkan zuriat yang soleh ialah :

Pertama : Sentiasa Berdoa Kepada Allah s.w.t.

Keinginan untuk memiliki zuriat yang soleh dan cemerlang hendaklah dengan cara berdoa kepada Allah s.w.t. kerana amalan ini merupakan amalan yang dilakukan oleh para nabi dan rasul. Firman Allah dalam surah Ali - Imran ayat: 38

Yang bermaksud : Wahai tuhan kami kurniakanlah kepadaku dari sisimu zuriat keturunan yang baik, seseungguhnya engkau sentiasa mendengar (menerima) doa permohonan.

Dalam ayat ini menjelaskan kepada kita para nabi dan rasul mengutamakan zuriat yang soleh dalam kehidupan mereka, walaupun zuriat itu belum dilahirkan lagi mereka berdoa kepada Allah s.w.t. agar dikurniakan zuriat keturunan yang baik. Ini memberi gambaran dan contoh kepada manusia untuk diamalkan. Di samping kita berdoa hendaklah kita memberi pelajaran yang sempurna dari segi fardhu Ain dan Fardhu Kifayah semoga mereka dapat membangunkan diri, masyarakat dan negara.

Kedua : Hendaklah Menanam Akidah Didalam Diri Anak-Anak

Akidah merupakan asas yang perlu diberi perhatian dan keutamaan, kerana akidah yang mantap sahaja mampu menjamin kebahagian dan kecemerlangan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Selain itu, anak-anak yang mempunyai pegangan akidah yang mantap tidak akan mudah untuk menyeleweng atau diselewengkan. Lebih-lebih lagi dapat melahirkan insan yang sentiasa dapat menjaga iman mereka serta menjauhi perkara-perkara syirik yang boleh menyesatkan mereka.

Ketiga : Hendaklah Diberi Penekanan Terhadap Tuntutan Syariah Khususnya Dari Sudat Ibadah

Penekanan dari sudut ibadah yang sempurna melambangkan sifat kepatuhan dan ketaatan kepada Allah. Selain itu, sebagai tanda penyempurnaan jalinan hubungan dengan Allah s.w.t sepanjang masa dengan sentaisa menyerahkan segala jiwa dan raganya terhadap setiap suruhan dan meninggalkan segala larangannya pada setiap masa.

Selain itu, dengan melakukan ibadah kepada Allah dapat menyedarkan anak-anak tentang sifat-sifat manusia sebagai hamba disisi Allah s.w.t. Ini bersesuaian dengan firman Allah dalam surah al-Anam ayat 162 :

Yang bermaksud : “ Sesungguhnya solatku dan ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah tuhan yang memelihara dan mentadbir sekelian alam ”.

Keempat : Hendaklah Diberi Penekanan Dari Sudut Akhlak

Memiliki akhlak terpuji merupakan lambang kecemerlangan dan keindahan terhadap keperibadian seorang muslim sejati. Dengan memiliki akhlak yang terpuji menyebabkan seseorang itu dihormati dalam sesebuah masyarakat berbanding dengan orang yang memiliki akhlak yang tercela akan dibenci dan dikeji oleh masyarakat. Kerana itulah, junjungan besar nabi Muhammmad s.a.w. diutuskan untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Selain itu, dengan memiliki akhlak yang mulia merupakan amalan yang paling berat dalam timbangan dihari akhirat berbanding dengan akhlak tercela yang akan melambatkan proses hisab dihadapan Allah s.w.t. Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. :


مَا مِنْ شَىْءٍ أَثْقَلُ فِىْ مِيْزَانِ الْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

( رواه أبو دأود والترمذي )
Maksudnya : “Tidak ada sesuatu yang lebih berat diatas neraca timbangan seseorang hamba di hari kiamat selain dari akhlak yang mulia ”.

Kelima : Memastikan Makanan Anak-Anak Dari Sumber Yang Halal

Setiap ibu bapa perlu memastikan setiap makanan yang diberikan kepada anak-anak merupakan makanan dari sumber yang halal serta menjauhi dari sumber-sumber yang subhah, apatah lagi dari sumber yang haram seperti rasuah, riba, penipuan dan sebagainya.

Kerana makanan yang bersumberkan dari rezeki yang halal bukan sahaja membawa keberkatan tetapi sebenarnya dapat melahirkan zuriat yang pintar dan sehat. Dan akhirnya mendorong seseorang kearah melakukan kebaikan di dunia dan mendapat rahmat Allah di akhirat. Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 168 :

Yang bermaksud : “ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; kerana sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu ”.

Sidang Jumaat Yang Dirahmati Allah Sekelian

Marilah sama-sama kita memberikan pendidikan yang sempurna kepada anak-anak kita, demi melihat generasi yang terbaik dimasa hadapan. Korbanlah sedikit masa dan harta untuk mereka, berikan kasih sayang dan tunjukkanlah contoh yang terbaik kepada mereka serta mengambil tahu hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan anak-anak seperti dengan siapa mereka berkawan, kemana mereka pergi, jam berapa mereka keluar rumah dan sebagainya. Ini semua membuktikan kita telah melaksanakan amanah Allah s.w.t. terhadap anak-anak dengan baik dan sempurna.

Kelima-lima perkara yang telah disebut tadi amat penting diberi perhatian untuk membina insane yang sempurna dan merupakan modal insane yang akan memainkan peranan untuk membangun masyarakat dan Negara yang maju mengikut acuan kita sendiri menjelang tahun 2020 akan datang.

اعوذ بالله من الشيطان الرجيم،


Maksudnya : “ Dan orang orang yang berkata: " wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.

( Surah al-Furqan : 74 )



بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الأيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَات فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.